Masjid Mantingan

5°44′52″S 110°14′40″E / 5.7478733°S 110.2445002°E / -5.7478733; 110.2445002Koordinat: 5°44′52″S 110°14′40″E / 5.7478733°S 110.2445002°E / -5.7478733; 110.2445002ArsitekturArsitekChi Hui Gwan (Patih Sungging Badarduwung)TipeMasjidGaya arsitekturTajug campuranPeletakan batu pertama1559

Masjid Mantingan (bahasa Jawa: مَسْجِد ْْمَانْتِيْڠَان, ꦩꦱ꧀ꦗꦶꦢ꧀ꦩꦤ꧀ꦠꦶꦔꦤ꧀), juga dikenal dengan nama Masjid Astana Sultan Hadlirin,[1][2] adalah salah satu masjid kuno di Indonesia yang terletak di Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Jaraknya sekitar 5 km arah selatan dari Kecamatan Jepara. Secara keseluruhan, Masjid Mantingan merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari masjid itu sendiri, permakaman, dan sebuah museum sederhana.

Masjid ini memiliki gaya arsitektur campuran dari kebudayaan Hindu-Buddha, Jawa, dan Tionghoa. Contohnya adalah bentuk atap tumpang dan mustaka yang merupakan akulturasi dari arsitektur masa Majapahit dan Tionghoa. Kebudayaan Jawa dapat terlihat dari gapura masuk masjid dan sebuah petilasan candi di dekat masjid, meskipun sudah tidak utuh lagi.

Sejarah

Masjid Mantingan diperkirakan berdiri pada tahun 1559 berdasarkan prasasti yang ditemukan di mihrab. Prasasti ini berisi sebuah candrasengkala yang berbunyi rupa brahmana warna sari, menunjukkan arti angka tahun 1481 Saka (1559 Masehi). Riwayat masjid ini juga berkaitan dengan Ratu Kalinyamat dan suaminya, Sultan Hadlirin, yang dimakamkan di sana. Menurut tradisi Jawa, Ratu Kalinyamat adalah putri dari Sultan Demak ketiga Pangeran Trenggana.[3] Konon, kompleks masjid tersebut dibangun oleh Ratu untuk mengatasi kesedihannya ketika suaminya dibunuh oleh Arya Panangsang terkait penerusan takhta Demak.[4]

Gambar luar
Foto-foto Kompleks Masjid Mantingan dalam laporan Oudheidkundig Verslag 1930 dari Internet Archive

Menurut cerita tradisional setempat, arsitek masjid ini adalah Chi Hui Gwan (Tjie Wie Gwan) atau yang lebih dikenal dengan julukannya, Patih Sungging Badarduwung. Patih ini merupakan ayah angkat Sultan Hadlirin yang membantu Ratu Kalinyamat dan masyarakat setempat dalam mendirikan masjid dan makam tersebut.[5] Masyarakat setempat memperkirakan bahwa ukiran-ukiran kayu yang terdapat di makam adalah karya Chi Hui Gwan.[6]

Antara tahun 1977 dan 1978, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah melakukan pemugaran terhadap Masjid Mantingan melalui proyek yang bernama "Proyek Pembinaan dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Tengah". Dalam pemugaran tersebut, ditemukan enam panel relief, sejumlah balok batu putih, dan fondasi bangunan kuno.[3][7][5]

Arsitektur

Akulturasi kebudayaan Hindu-Buddha, Jawa, dan Tionghoa tampak melekat pada arsitektur Masjid Mantingan. Keseluruhan bangunannya memiliki tipologi masjid kuno Jawa pada umumnya seperti konstruksi atap yang disangga dengan soko guru (empat tiang penyangga), atap yang bersusun tiga, adanya serambi depan, dan gapura masuk berbentuk lengkungan. Lalu, terdapat petilasan candi di dekat bangunan utama masjid, meskipun sudah tidak tampak utuh. Bentuk atap tumpang dan mustakanya merupakan akulturasi dari arsitektur masa Majapahit dan Tionghoa.[4][8]

Menurut Pramoedya Ananta Toer dalam Arus Balik, masjid ini didirikan dengan lantai tinggi yang ditutup dengan ubin dan undak-undakannya yang berasal dari Makau. Dinding luar dan dalam dihiasi dengan piring tembikar bergambar biru.[8]

Relief

Masjid Mantingan memiliki hiasan-hiasan berupa panel relief yang terdapat di dinding depan bangunan induknya. Panel-panel ini terbuat dari batu padas dengan motif relief bercorak Tionghoa.[8] Selain di bangunan induk, panel relief ini juga terdapat di dinding belakang dan dinding pembatas antara ruangan tengah dengan samping kiri dan kanan, sehingga jumlah panel relief yang terpasang masjid berjumlah 51.[7] Aslinya, masjid ini memiliki 114 relief, tetapi sisanya disimpan dalam sebuah museum sederhana.[4][5]

Penelitian-penelitian selanjutnya mengungkapkan penemuan enam panel lainnya dengan relief di kedua sisinya, membuktikan adanya perubahan dari kesenian Hindu-Buddha ke Islam di masjid ini.[9]

Bentuk panel-panel ini beragam antara persegi, lingkaran, heksagon, hingga berbentuk kelelawar. Dalam panel ini terdapat relief sulur, untaian tali, bunga, daun, dan binatang yang distilir (disamarkan).

Foto koleksi Tropenmuseum tahun 1930

  • Relief yang menampilkan pola tanaman yang bersejajar
    Relief yang menampilkan pola tanaman yang bersejajar
  • Relief yang menampilkan bunga-bunga
    Relief yang menampilkan bunga-bunga
  • Relief yang menampilkan pola sulur dan bunga
    Relief yang menampilkan pola sulur dan bunga
  • Relief yang menampilkan monyet yang telah distilir dengan daun-daun yang mengelilinginya
    Relief yang menampilkan monyet yang telah distilir dengan daun-daun yang mengelilinginya
  • Relief yang menampilkan pola tanaman yang membentuk rupa seekor gajah
    Relief yang menampilkan pola tanaman yang membentuk rupa seekor gajah
  • Relief dengan bentuk persegi
    Relief dengan bentuk persegi

Foto kontemporer

  • Relief Mantingan yang menggambarkan sebuah bangunan, dikelilingi oleh candi bentar
    Relief Mantingan yang menggambarkan sebuah bangunan, dikelilingi oleh candi bentar
  • Dinding depan yang menampilkan segala bentuk panel
    Dinding depan yang menampilkan segala bentuk panel
  • Kelompok relief Mantingan di dinding depan paling kanan
    Kelompok relief Mantingan di dinding depan paling kanan

Permakaman

Gerbang paduraksa makam Ratu Kalinyamat sebelum dipugar. Foto tahun 1930

Di halaman belakang masjid, terdapat kompleks makam yang terdiri dari tiga halaman. Seperti dengan makam-makam kuno, halaman ini memiliki tingkatan yang menunjukkan kedudukan sosial yang dimakamkan. Halaman pertama merupakan makam-makam umum. Halaman kedua merupakan makam-makam orang yang statusnya menengah. Sedangkan halaman ketiga adalah makam orang-orang yang statusnya tinggi, terutama yang di dalam cangkup. Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin dimakamkan di sini beserta kerabatnya. Halaman dua dan halaman tiga dibatasi oleh candi paduraksa, sementara halaman pertama dibatasi oleh candi bentar.[10][11]

Tradisi dan kepercayaan

Makam ini selalu ramai dikunjungi pada saat Haul untuk memperingati wafatnya Sultan Hadlirin dengan upacara mengganti kelambu penutup makam Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin. Upacara ini diselenggarakan setiap tahunnnya pada tanggal 17 Rabiulawal.[11]

Makam Mantingan sampai sekarang masih dianggap sakral dan mempunyai tuah bagi masyarakat Jepara dan sekitarnya. Konon pohon mengkudu yang tumbuh di sekitar makam ini dapat menjadi obat bagi Ibu-ibu yang sudah sekian tahun menikah belum dikarunia putra. Tetapi, makannya harus dengan cara mengambil buah mengkudu yang jatuh kemudian dimakan bersama suami. Kepercayaan lainnya adalah adanya tuah air mantingan yang menurut kisahnya ampuh untuk menguji kejujuran seseorang dan membuktikan hal mana yang benar dan yang salah. Biasanya air keramat ini digunakan masyarakat Jepara dan sekitarnya bila sedang menghadapi suatu sengketa. Air ini diberi mantra dan doa lalu diminum.[11]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Perdana, Aditya Putra (2021-05-17). "Masjid Mantingan, Potret Akultrasi dan Cikal Bakal Seni Ukir Jepara". Kompas.id. Diakses tanggal 2021-06-06. 
  2. ^ Shani, Rhobi (2016-06-10). "Masjid Mantingan, Bangunan Bersejarah Peninggalan Ratu Kalinyamat". Medcom.id. Diakses tanggal 2021-06-06. 
  3. ^ a b Sugiyanti 1999, hlm. 160.
  4. ^ a b c Rizqa, Hasanul (2020-04-18). "Masjid Mantingan Jepara, Akulturasi Tiga Budaya". Republika Online. Diakses tanggal 2021-02-10. 
  5. ^ a b c Efendi, Ivan (2018-10-05). "Masjid Mantingan, Persembahan Sang Ratu untuk Sang Suami". Direktorat Pelindungan Kebudayaan. Diakses tanggal 2021-02-12. 
  6. ^ Handinoto & Hartono 2007, hlm. 38.
  7. ^ a b Anom dkk. 1996, hlm. 119.
  8. ^ a b c Handinoto & Hartono 2007, hlm. 35.
  9. ^ "Kompleks Mantingan". spkt.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 2021-02-12. [pranala nonaktif permanen]
  10. ^ Sugiyanti 1999, hlm. 159-160.
  11. ^ a b c "Makam dan Masjid Mantingan". tic.jepara.go.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-02-11. 

Daftar pustaka

  • Anom, I Gusti Ngurah (1996). Hasil pemugaran Dan temuan benda cagar budaya Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I). Jakarta: Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggal Sejarah dan Purbakala.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
  • Handinoto; Hartono, Samuel (2007). "Pengaruh Pertukangan Cina Pada Bangunan Mesjid Kuno Di Jawa Abad 15-16" (PDF). Dimensi Teknik Arsitektur. 35 (1). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-04-13. Diakses tanggal 2021-02-08. 
  • Sugiyanti, Sri (1999). Masjid Kuno Indonesia. Jakarta: Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Mantingan Mosque.
  • l
  • b
  • s
Sumatra
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
Nusa Tenggara
Maluku
Papua
Papua · Papua Barat · Papua Barat Daya · Papua Pegunungan · Papua Selatan · Papua Tengah
  • l
  • b
  • s
Anjungan
Sejarah
Air terjun
Cagar Alam
Pantai
Pesona Alam
Taman dan hutan
Gua
Religi
  • l
  • b
  • s
Wisata Alam (Pantai)
Wisata Alam (Pulau)
Kepulauan Karimunjawa • Pulau Panjang • Pulau Mandalika
Wisata Alam (Danau)
Danau Blingoh • Belik Bidadari dan Jaka Tarub • Waduk Punden • Waduk Klebut • Telaga Sejuta Akar • Kedung Plumpang • Shenden • Bongpes
Wisata Alam (Gunung)
Gunung Muria • Gunung Genuk • Gunung Gede (Karimunjawa) • Gunung Maming (Karimunjawa)
Wisata Alam (Air Terjun)
Air Terjun Songgo Langit • Air Terjun Jurang Manten • Air Terjun Jurang Nganten • Air Terjun Kalen Wates • Air Terjun Suroloyo • Air Terjun Sumenep • Air Terjun Undak Manuk • Air Terjun Nglumprit • Air Terjun Grinjingan Dowo • Air Terjun Nglamer • Air Terjun Kedung Pancur Telu • Air Terjun Kedung Ombo • Air Terjun Nggembong • Air Terjun Nyamplungan • Air Terjun Pancuran • Air Terjun Nongko Pace • Air Terjun Banyu Anjlok • Air Terjun Dung Paso • Air Terjun Segorolebu • Air Terjun Curug Kemiri • Air Terjun Curug Kyai Buku • Air Terjun Karang Nongko • Air Terjun Grenjengan • Air Terjun Statah • Air Terjun Cabe • Air Terjun Seberuk • Air Terjun Jenggureng • Air Terjun Mloso Indah • Air Terjun Ngipik Indah • Air Terjun Grojokan Wergol
Wisata Alam (Goa)
Goa Manik • Goa Tritip • Goa Tratak • Goa Blorong • Goa Sakti
Wisata Alam (Kemah)
Wisata Sejarah
Wisata Keluarga
Wisata Desa
Wisata Budaya (Event)
Wisata Kuliner
Wisata Belanja